Kalau ngomongin zaman pendudukan Jepang di Indonesia (1942–1945), sektor pendidikan tuh kena dampaknya lumayan parah, bro. Sistemnya berubah total, sekolah-sekolah banyak yang ditutup, terus kurikulum dirombak abis-abisan. Bukan buat mencerdaskan rakyat, tapi lebih ke alat buat propaganda dan nurutin kepentingan Jepang. Jadi, jangan bayangin pendidikan zaman itu kayak sekarang yang bebas dan terbuka.

Gak Lagi Buat Cerdas, Tapi Buat Tunduk

Waktu Jepang masuk, mereka langsung bubarin sistem pendidikan warisan Belanda. Banyak sekolah Belanda ditutup, bahasa Belanda dihapus, dan diganti sama bahasa Jepang. Tapi jangan salah sangka—bukan buat ngajarin budaya, tapi buat cuci otak pelan-pelan. Tujuannya cuma satu: bikin rakyat Indonesia patuh, nurut, dan jadi tenaga kerja murah buat kepentingan perang Jepang.

Baca juga: Fakta Gelap Zaman Penjajahan yang Gak Pernah Diajarin di Sekolah

Jadi jangan heran kalau sekolah yang tersisa cuma ngajarin hal-hal dasar, terus diselipin doktrin kayak semangat Bushido, hormat ke Kaisar Jepang, dan lagu-lagu Jepang. Anak-anak gak lagi diajarin buat kritis, malah diajarin buat tunduk dan gak banyak tanya.

Kondisi Pendidikan Saat Jepang Berkuasa

  1. Sekolah Terbatas Banget
    Banyak sekolah ditutup, apalagi yang dianggap pro-Barat. Yang dibuka pun cuma buat tingkat rendah, itu pun jumlahnya minim.

  2. Bahasa Jepang Jadi Wajib
    Bahasa Belanda dilarang total. Bahasa Jepang jadi pengantar utama, meski banyak guru dan murid gak paham.

  3. Kurikulum Propaganda
    Pelajaran diisi doktrin militer, nasionalisme Jepang, dan hormat ke Kaisar. Pelajaran umum kayak sejarah atau ilmu alam jadi nomor sekian.

  4. Fasilitas dan Buku Pelajaran Kurang
    Banyak sekolah yang gak punya alat tulis, buku, atau bahkan meja. Belajar di lantai itu hal biasa banget.

  5. Pendidikan Jadi Alat Perekrutan
    Banyak anak sekolah diproses jadi tenaga kerja romusha atau ikut pelatihan militer demi kepentingan perang.

  6. Tenaga Pengajar Terbatas
    Guru-guru Belanda disingkirin, diganti sama orang lokal yang belum tentu punya latar pendidikan cukup. Banyak yang cuma di-brief seadanya.

Masa ini bisa dibilang salah satu periode tergelap dalam sejarah pendidikan Indonesia. Ilmu gak jadi fokus, yang penting loyal ke Jepang. Tapi di sisi lain, rakyat mulai sadar pentingnya pendidikan sebagai alat perlawanan—makanya setelah Jepang pergi, semangat buat bangun sistem pendidikan nasional makin kuat.
Pendidikan di masa Jepang bukan tempat buat nuntut ilmu bebas, tapi lebih ke alat dominasi dan kontrol. Sekolah-sekolah dijadikan tempat penanaman ideologi penjajah, bukan buat buka wawasan. Tapi dari keterbatasan itulah, muncul semangat baru untuk memperjuangkan pendidikan yang merdeka, dari rakyat untuk rakyat.